PERBANDINGAN
CYBER LAW
Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act, Council Of
Europe Convention On Cyber Crime
Selain
di dunia nyata,ternyata di dunia maya pun terdapat peraturan yang disebut
dengan Cyberlaw, yang berasal dari dua kata yaitu cyber (dunia maya) dan law
(hukum). Peraturan ini diberlakuan karena dunia maya tidak hanya berupa
Informasi yang berguna tapi juga terdapat tindak kejahatan. Hukum yang ada di
dunia maya berbeda sebutannya, di antaranya adalah CYBERLAW, COMPUTER CRIME LAW
& COUNCILE OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME. Walaupun
maksud dari ketiga hukum di atas sama, tapi terdapat perbedaan yang sangat
besar. Perbedaannya
terdapat pada wilayah hukum itu berjalan.Seperti contoh sebagai berikut :
Cyber
Law
Merupakan
seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan peraturan yang
dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut. Jadi,setiap negara
mempunyai cyberlaw tersendiri.
Computer
Crime Law (CCA)
Merupakan
Undang-undang penyalahan penggunaan Information Technology di Malaysia.
Council
of Europe Convention on Cybercrime
Merupakan
Organisasi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia
Internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di
seluruh dunia.
Jadi
perbedaan dari ketiga peraturan tersebut adalah sampai di mana jarak aturan itu
berlaku. Cyberlaw berlaku hanya berlaku di Negara masing-masing yang memiliki
Cyberlaw, Computer Crime Law (CCA) hanya berlaku kepada pelaku kejahatan
cybercrime yang berada di Negara Malaysia dan Council of Europe Convention on
Cybercrime berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang ada di seluruh
dunia.
Perbandingan Cyber Law di Negara-negara
Cyber
Law di Indonesia
Inisiatif
untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus
utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai
transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis
yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya
yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan
kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak
terlaksana.
Untuk
hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama
seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature
dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic
commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai
transaksi elektronik lainnya.
Namun
ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun
masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk
antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya
(cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan
password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government)
dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi.
Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal
ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu
rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi,
ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi
Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa
undang-undang.
Ada
satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan
teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan
pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau
sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari
aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, makaIndonesia berhak mengadili yang
bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya
hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki
oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia
mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk
mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika
Serikat.
Cyber
Law di Amerika Serikat
Di
Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform
Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa
Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak
itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah
mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk
membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti
retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga
mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal
5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal
7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan
elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal
8 : Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal
9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan
elektronik.
Pasal
10 : Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen
elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal
11 : Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk
bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan
cap/segel.
Pasal
12 : Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan
mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal
13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat
dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal
14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal
15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal
16 : Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang
Lainnya :
1.
Electronic Signatures in Global and
National Commerce Act
2.
Uniform Computer Information Transaction
Act
3. Government Paperwork Elimination Act
4. Electronic Communication Privacy Act
5. Privacy Protection Act
6. Fair Credit Reporting Act
7. Right to Financial Privacy Act
8. Computer Fraud and Abuse Act
9. Anti-cyber squatting consumer protection Act
10.Child
online protection Act
11.Children’s
online privacy protection Act
12.Economic
espionage Act
13.“No
Electronic Theft” Act
Cyber
Law di Australia
1. Digital Transaction Act
2. Privacy Act
3. Crimes Act
4. Broadcasting Service Amendment (online
service) Act
Cyber
Law di Malaysia
Digital
Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen
Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan
konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan
tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan
berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui
menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Cyber
Law di Singapore
The
Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik
di Singapore.
ETA
dibuat dengan tujuan :
1. Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan
arsip elektronik yang dapat dipercaya;
2. Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk
mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis
diperlukan untuk menerapkan menjamin /mengamankan perdagangan elektronik;
3. Memudahkan penyimpanan secara elektronik
tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
4. Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang
sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam
perdagangan elektronik, dll;
5. Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan
dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
6. Mempromosikan kepercayaan, integritas dan
keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan
tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Cyber
Law di Vietnam
Cyber
crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah
ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan
konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute
resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada
rancangannya.
Dinegara
seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat
dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal
masalah seperti spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital
copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin
merasa dirugikan.
Cyber
Law di Thailand
Cybercrime
dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya
seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
COMPUTER CRIME ACT
(MALAYSIA)
Pada
tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU
Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga
perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
The
Computer Crime Act itu sendiri mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan
melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak
hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan
internet. Akses secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk
cybercrime.Jadi apabila kita menggunakan computer orang lain tanpa izin dari
pemiliknya maka termasuk didalam cybercrime walaupun tidak terhubung dengan
internet.
Hukuman
atas pelanggaran The computer Crime Act :
Denda
sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) atau hukuman kurungan/penjara dengan
lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara
tersebut (Malaysia). The Computer Crime Act mencakup, sbb:
1. Mengakses material komputer tanpa ijin
2. Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
3. Memasuki program rahasia orang lain melalui
komputernya
4. Mengubah / menghapus program atau data orang
lain
5. Menyalahgunakan program / data orang lain
demi kepentingan pribadi
COUNCIL OF EUROPE
CONVENTION ON CYBER CRIME
Council
of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada tanggal 23
November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa
Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor
185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal
5 (lima) negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga)
negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup
luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun
kerjasama internasional.
Hal
ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya
intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari
teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk
melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan
antara lain sebagai berikut :
Pertama,
bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan
Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi
kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
Kedua,
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan
data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan
adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat
internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang
dapat dipercaya dan cepat.
Ketiga,
saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian
antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan
Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan
perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup
kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi
ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka
untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan
norma dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar